Jumat, 07 Agustus 2015

7 Masjid Yang Wajib Dikunjungi Saat berkunjung ke Kota Jogja

       Hari jum’at adalah hari bagi kaum pria, dimana pada hari tersebut dilaksanakannya sholat Jum’at yang wajib hukumnya bagi kaum Muslimin. Pada hari tersebut pula kaum muslimin bebondong-bondong menuju masjid untuk menunaikan kewajibannya, sholat Jum’at berjamaah. Sehingga masjid pada hari tersebut dicari-cari, seperti mencari peniti disemak belukar.
   Masjid adalah tempat dilaksanakan perhelatan sholat Jum’at. Dimana tingkat Spiritual kaum muslimin meningkat dibandingkan hari-hari biasa. Dan tingkat Regiulitas seorang muslim Meroket tinggi. Maka dari itu, banyak dari kaum muslimin yang menjadikan hari tersebut sebagai hari besarnya kaum Muslimin. Dari keyakinan tersebut membuat presepsi dan sudut pandang masyarakat terhadap seorang muslimin yang tidak melaksanakan sholat Jum’at adalah sesuatu yang Negatif.
      Banyak pula diantara kaum Muslimin yang menjadikan hari Jum’at sebagai harinya Mengunjungi Masjid-Masjid indah yang dijadikan tempat untuk bercengkrama dengan tuhannya. Apalagi diantaranya merasa ingin berkunjung kemasjid-masjid yang belum dikunjunginya, terutama yang berada di luar daerah tempat tinggalnya.
      Kali ini Sahabat semua akan disajikan beberapa informasi mengenai masjid mana saja yang wajib Sahabat kunjungi ketika berkunjung ke daerah sekitar Kota Jogjakarta. Dan mungkin saja bisa masuk ke dalam daftar kunjungan Sahabat ketika berkunjung ke Daerah Istimewa Jogjakarta. Dan termasuk kedalam wisata religi yang Sahabat akan kunjungi.
            Berikut kami Rangkumkan untuk Sahabat semua :
1.        Masjid Jami Sulthoni Plosokuning
Masjid Jami Sulthoni Plosokuning, dikenal dengan sebutan masjid Pathok Negara. Ini merupakan salah satu masjid tertua milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Masjid Pathok Negara Plosokuning atau Masjid Sulthoni ini terletak di Jl Plosokuning Raya, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik Sleman.
Masjid ini usianya sudah lebih dari 200 tahun yakni pada awal abad 19 M atau pada saat Sultan Hamengku Buwono III bertahta. Masjid Pathok Negara didirikan oleh keraton di empat penjuru arah mata angin. Hal itu dimaksudkan sebagai benteng atau pelindung secara rohani keraton atau sering disebut sebagai masjid pancering bumi. Masjid ini sudah ditetapkan sebagai bangunan benda cagar budaya (BCB) oleh pemerintah.


2.    Masjid Kotagede
Masjid Kotagede yang usianya lebih tua dibanding Masjid Agung Kauman memiliki perangkat
unik berupa mimbar khotbah dengan ukiran indah, bedug yang usianya sudah ratusan tahun, serta tembok berperekat air aren. Masjid ini berdiri sekitar tahun 1640-an.
Sebelum memasuki kompleks masjid, akan ditemui sebuah pohon beringin yang konon usianya sudah ratusan tahun. Pohon itu tumbuh di lokasi yang kini dimanfaatkan untuk tempat parkir. Karena usianya yang tua, penduduk setempat menamainya “Wringin Sepuh” dan menganggapnya mendatangkan berkah. Keinginan seseorang, menurut cerita, akan terpenuhi bila mau bertapa di bawah pohon tersebut hingga mendapatkan dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang.
Masjid yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat hidup. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagamaan. Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan warga menunaikan ibadah. Di luar waktu sholat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur’an, dan lain-lain.

3.    Masjid Syuhada
Masjid Syuhada yang terletak di daerah Kota Baru, Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata memiliki sejarah yang menarik. Masjid yang dibangun pada tanggal 20 September 1952 ini adalah masjid pemberian Presiden Soekarno kepada para pejuang kemerdekaan yang bertempur di Yogyakarta.
Sesuai dengan namanya, Syuhada, berarti pahlawan. Masjid ini didirikan sebagai monumen peringatan para pahlawan. Nama ini dicetuskan oleh Haji Benjamin yang merupakan tokoh pemuda pejuang Islam.
Simbol nasionalisme tercermin dari 17 anak tangga, gapura masjid dengan segi delapan, kubah pertama berjumlah empat, dan kubah atas berjumlah lima. Dapat disimpulkan bahwa masjid ini adalah simbol kemerdekaan RI yakni 17 Agustus 1945.
National Geography menulis sejak tahun 2002, masjid ini ditunjuk sebagai objek wisata religius serta benda cagar budaya di Yogyakarta. Selain pemenuhan kebutuhan akan masjid jami bagi umat Islam, masjid ini merupakan tempat pendidikan dan dakwah. Di sana terdapat jenjang pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

4.    Masjid Gede Kauman
Masjid ini dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I, tepatnya pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 Masehi atau 6 Rabiul Akhir 1187 Hijriah. Masjid ini berstatus Masjid Raya Provinsi DIY, dan merupakan salah satu benda cagar budaya di Yogyakarta. Masjid itu didirikan sebagai sarana beribadah bagi keluarga raja dan rakyatnya, serta untuk menegaskan identitas kerajaan Islam.
Masjid Gede Kauman memiliki serambi yang berfungsi sebagai ‘Almahkamah Al Kabiroh’ atau tempat pertemuan para alim ulama, tempat pengajian dan akwah Islamiyah, pengadilan agama, pernikahan, perceraian, pemberian waris, peringatan hari-hari besar Islam, dan lain-lain.
Di halaman luar atau pelataran masjid di sisi utara dan selatan, berdiri bangunan yang disebut pagongan (tempat gamelan). Setiap bulan maulid tiba, gamelan itu dimainkan untuk menarik minat masyarakat Jawa yang gemar musik tradisonal itu. Gamelan itu diselingi dakwah oleh para ulama.
Di masa lalu, masyarakat berbondong-bondong memeluk agama Islam degan mengucapkan dua kalimat syahadat atau Syahadattin, sehingga kemudian lahirlah istilah Sekatenan yang setiap tahunnya diperingati oleh masyarakat Yogya.

5.    Masjid Pakualaman
Masjid yang menjadi bangunan cagar budaya Yogyakarta ini dibangun oleh Paku Alam II sekitar akhir abad XIX. Masjid ini terletak di luar kompleks Puro, tepatnya di sudut barat laut alun-alun Sewandanan.
Pada prasasti di sebelah utara tertoreh sengkalan: Pandhita Obah Sabda Tunggal yang menunjukkan tahun Jawa 1767 (1839 Masehi). Namun, pada prasasti di sebelah selatan tertoreh sengkalan: Gunaning Pujangga Sapta Tunggal yang menunjukkan tahun Jawa 1783 (1855 Masehi). Sampai sekarang masih diperdebatkan, tahun mana yang merupakan tahun pendirian Masjid tersebut.

            Dari kelima masjid tersebut memiliki keunikan yang merukan sebuah identitas tersendiri bagi masjid-masjid tersebut. Tapi kelima masjid tersebut merupakan masjid yang merupakan masjid yang cukup Tua, sehingga memiliki tipe Arsitektur yang memiliki kekhasan jaman dulu. Nah, bagi Sahabat semua yang menginginkan bentuk Arsitektur masjid yang berbentuk modern. Kami akan menyajikannya untuk Sahabat semua.
            Berikut merupakan dua Masjid yang cukup baru dibandingkan kelima Masjid diatas.

            Kedua masjid tersebut merupakan Masjid yang berada di lingkungan kampus. Disisi kiri adalah Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan. Masjid tersebut berada di Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan. Dan Masjid tersebut digadang-gadang merupak Masjid Kampus terbesar dikota Jogja dan merupakan Masjid Multi fungsi. Masjid tersebut terdiri dari tiga lantai dan masing-masing lantai memiliki fungsi-fungsi yang berbeda pula. Pada lantai pertama difungsikan untuk kegiatan keilmuan Islam dilingkungan Universitas Ahmad Dahlan bahkan dikota Jogja dan difungsikan juga sebagai kantor masjid, kantor Majelis Tarjih Muhammadiyah dan perpustakaan. Lantai dua dan tiga Masjid diperuntukan untuk kegiatan Ibadah.
          Masjid Islamic Center UAD baru diresmikan oleh ketua PP Muhammadiyah Din Syamsyudin. Dan menurut sumber resmi website Muhammadiyah mengatakan bahwa biaya pembangunan Masjid ini cukup Fantastis, yaitu menghabiskan dana sebesar 38.5 Milyar. Dengan daya tamping 5000 jama’ah.
    Walaupun memiliki biaya yang cukup besar, akan tetapi Masjid ini memiliki beberapa  kekurangan. Salah satu kekurangan yang terlihat yaitu, Arah Kiblat yang tidak sesuai dengan arah Masjid sebenarnya. Pengeras Suara yang kurang maksimal, dan lain sebagainya.
         Masjid yang disebelah kanan adalah Masjid UGM yang diadaptasi oleh berbagai gaya arsitektur dari berbagai kebudayaan di Dunia. Masjid ini mengadaptasi gaya Arsitektur Masjid Nabawi serta kebudayaan dari berbagai kultur dunia yaitu Tionghoa, India dan kebudayaan Jawa. Masjid UGM memiliki wilayah sekitar yang cukup luas. Wilayah tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, seperti tempat parkir yang luas, Taman yang telah didesain khusus dengan indah, serta air mancur dan bangunan pendukung masjid seperti gapura yang besar dan menara disekitar Masjid.
       Dari ketujuh Masjid tersebut memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan. Dari kekurangan dan kelebihan tersebut Sahabat semua dapat lebih bijak lagi untuk memilihnya sebagai salah satu dari sekian banyak tujuan Destinasi Wisata Religi.

Syukron 


Sumber Pustaka :
http://tedirus.wordpress.com/
tedirustandibook26.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di ENote Sahabat . . The Eco